Senin, 29 Oktober 2007

FFI: Cobalah Hargai FFI (Festival Film Indonesia)

Penyelenggaraan FFI (Festival Film Indonesia) tahun lalu 2006 mengisahkan sesuatu untuk dicermati, beberapa pemenang merasa bangga tetapi ada juga peraih Citra seperti orang 'sinting ' merasa dirinya memenangkan piala Citra tanpa disangka-sangka, sikapnya yang tidak menghargai FFI , semua insan ferfilman termasuk pemirsa yang menyaksikan dalam siaran langsung di Indosiar merasa jengah, mereka datang dengan bersikap dan berpakaian ala MTV Movie Award, coba bandingkan dengan ajang Academy Award di Amerika sangat elegan,tertib, berkelas dengan tatabusana beradab dan berbudaya menurut ukuran budaya barat. dan bahkan para pengarah acara event organizer disana selalu mewanti-wanti agar ketika mereka disorot kamera tv agar tetap smile , tak perlu memperlihatkan muka masam dan kusam ketika namanya tidak disebutkan , mereka yang tak eye cacthcing diperingkatkan bahwa itu pesta penghargaan untuk semua insan perfilman , jadi tidak perlu bermuka masam. Terlalu jauh kalau kita bandingkan antara FFI dengan Academy Awrad tetapi bukankah dengan adanya perbandinggan (benchmark) kita akan tahu kelemahan kita, tata busana hendaknya diperhatikan, memakai jas lengkap atau dengan busana tuxedo untuk aktor dan kru film pria akan tampak lebih baik atau dengan batik misalnya , untuk aktris wanita barangkali busana Nasional akan lebih baik dengan kebaya modifikasi atau gaun malam dengan modifikasi busana Nasional akan tampak lebih menarik, kalau diajang Academy Award rumah-rumah busana jauh-jauh hari sudah menawarkan kapada para aktris untuk mememakai busana rancangan mereka, yang pada ujungnya juga untuk menaikan citra siperangcang dan rumah modenya, kenapa tidak kalau disini?. Untuk lokasi penghargaan pila Citra hendaknya tempatnya diatur cukup untuk para insan perfilman , para pengembira dan pejabat hendaknya dibatasi, diajang Golden Globe (ajang penghargaan fim Hollywood yang dinilai atau jurinya para jurnalis asing yang bertugas di Hollywood atau di USA) tempatnya terbatas dengan meja bundar yang ditempati para aktris dan aktor para kru, penulis , sutradara dll, jadi kelihatan rapi tidak banyak dan bertumpuk, acaranya juga tertata rapi dan efisien. Disinilah sebenarnya perlu kita perbaiki , ajang FFI ajang tertinggi penghargaan untuk insan ferfilman dinegeri ini, kita membutuhkan pengarah acara yang handal agar ajang acara ini bernilai, berkelas dan tidak serampangan serta membosankan, acaranya bisa dengan durasi dua jam ditambah selingan iklan empat puluh lima menit, tidak seperti selama ini dimulai pukul 21.00 sampai pukul 23.30 melelahkan dan tidak efisien, satu hal yang lebih penting adalah siapa lagi yang menghargai ajang FFI kalau bukan bangsa sendiri dalam hal ini insan perfilaman, pemggemar film dan dunia broadcasting. dan bahkan yanng mebuat penulis prihatin sikap sutradara yang terkenal yang mempertanyakan 'penting tidaknya acar ajang FFI' sambil berseloroh, apakah karena dirinya tidak menang ? seharusnya berkaca dari ajang Award di Luar Negeri yang menang dan yang kalah tak pernah saling kecam , kalu toh ada paling itu hanya selentingan saja. Ajang FFI yang mati suri selama 12 tahun telah dihidupkan lagi tiga tahun belakangan adalah ajang untuk prestasi, bagaimana mungkin dapat berprestasi tetapi ajangnya tidak ada, siapa yang kan memberikan penghargaan , siapa yang akan mengakui kalau bukan ada yang menilai, sangat aneh kalau orang lalu menganggap ajang FFI tidak penting, bukankah eksistensi seorang diakui dimulai dari temapatnya berkiprah supaya orang luar negeri bisa melihat kemampuan seseorang, terlepas dari soal yang menang yang kalah, sesungguhnyua banyak sekali kelemahan yang ada pada peyelenggaran FFI,tetapi setidaknya kita telah memulai untuk berbenah dan belajar menghargai atas prestasi orang lain, bukankah penata musik Rendy Newman sampai lima kali diunggulkan diajang Academy Award baru bisa menang, atau ada sutrdara terkenal berkali-kali dinominasikan akhirnya menang tahun ini? atau sebaliknya banyak sineas yang baru memulai dibutnya tetapi sudah berprestasi Internasional, disinilah menariknaya bahwa prestasi seseorang sangat tergantung pada konsistensinya untuk menggeluti dunianya , dengan maraknya dunia perfilman Indonesia diamasa mendatang daharapakan mereka bekerja bukan sekedar untuk menghibur atau mendapatkan uang tetapi juga mencoba untuk menunjukan eksistensinya, idelaisme mereka dalam berkarya , sebagai salah satu bentuk seni kreatifitas film akan selau memewarnai kehidupan manusia, karena manusia membutuhkan hiburan yang dapat meninggikan nilai-nilai kemanusiaan untuk membuat kehidupan ini lebih beradab, masih banyak hal yang perlu diperbaiki, kalau dahulu kita selalu memanti siaran langsung FFI lewat TVRI yang diselenggarakan didaerah nampak lebih gebyar, sekarang dengan banyak stasiun telivisi swasta akan sangat membantu dan kita tidak pungkuri bahwa bisnis selalu mendekati dunia hiburan, peran swasta niaga sangat membantu sukses tidaknya FFI mendatang, simbiose yang akan selalu mengejala didunia yang makin saling membutuhkan baik diindustri perfilman sangat bergantung pada semua stakeholder (pemangku kepentingan ) perfilaman itu sendiri, jadi cobalah hargai FFI !

Jumat, 26 Oktober 2007

Bahasa: Antara Sukarelawan dan Relawan

Bencana di Aceh telah menyadarkan kita bahwa solidaritas kita sebagai bangsa untuk membantu saudara-audara kita kita yang membutuhkan bantuan sangat diperlukan, maka banyak sekali Sukrelawan yang berdatangan baik dari bangsa asing maupun dari bangsa sendiri. Kata Sukarelawan sebenarnya telah dikenal lama dalam istilah entri bahasa Indonesia. media massa baik media cetak dan elektronik tak henti-hentinya menyebut kata Sukarelawan dengan menyingkatnya menjadi Relawan, entah kita tidak tahu dari mana penyingkatan ini berasal, isilah Relawan tidak dikenal dalam bahasa Indonesia yang ada adalah sukarelawan yang meurut kamus adalah orang yang melakukan kegiatan atas dasar kemauan sendiri tanpa pamrih(kata benda). Kata asing baik adjektif maupun kata benda menyebutnya Volontaire (Perancis) dengan rela hati, Italia Volentei, Spanyol (voluntario) dan bahasa Iggris Volunteer(kata benda dan Voluntary (adj). Kamus Oxford menyebutkan bahawa Volunteer adalah "person who offers to do Something, esp something unpleasant or dangerous".
Kita tak mempermasalahkan makna kamusnya, tetapi penyingkatan ini sangat mengganggu , sebagimana kita ketahui kebiasaan media ataupun orang Indonesia suka menyingkat, baik itu singkatan hurup maupun kata. Sukarelawan tanpa memenggalnya menjadi Relawan adalah bentuk peristilihan yang utuh tidak dengan Suka dan Rela sebagaimana kata asalnya, pada mulanya penulis merasa lucu dan teringat ketika guru less bahsa Inggris penulis menolak menerjemahkan volunteer menjadi Relawan, yang benar menurutnya 'Sukarealawan ' bukan 'Relawan'. Kata Relawan sepertinya bermakna hanya Rela (willing, acquiesce) tidak disertai suka, bentuk penyingktan ini menbingungkan penutur yang sudah mengenal kata Sukarela, malah Presiden Susilo Bambang Sudoyono kadang mengucakannya dengann benar dan lengkap kadang juga terpengaruh media terutama media televisi yang menyebut Relawan. Media cetak sebenarnya punya keunggulan bahasa tulis , sedangkan media elektronik unggul dari segi pengucapan eja (spell) tetapi pengaruhnya besar , karena kita dengar langsung dan kita anggap benar, tak satupun kamus menerjemahkan kata Volunteer dengan kata Relawan yang benar adalah Sukarelawan. Dijaman perjuangan dan Orde lama pun Sukarealawan banyak ditujuhkan kepada pejuang yang dimobilisasi langsung untuk perjuangan sepertipembebasan Irian Barat ,maupun pada saat konfrontasi dengan Malaysia adan bahkan juga dipakai istilah Sukrealawan PMI dizaman perjuangan. Sebagai penutup penulis berharap ketidakcermatan berbahasa dan bertutur dapat merusak dan bahkan menghilangkan sebagai makna keluhuran bertutur dan berbahasa, tanpa penulis bermaksud untuk mendebatkan ini kepada ahli bahasa tap sejujurnya kita memenggal istilah Sukarelawan menjadi Realawan apakah demi kepraktisan bertutur ? tapi makna sesunguhnya menjadi Sukarealawan adala pekerjaan mulia......

Minggu, 21 Oktober 2007

Split bahasa Melayu


Bermula dalam suatu kunjungan kegiatan studi banding ke Luar Negeri (Malaysia dan Singapura ), sayang untuk tidak berbagi cerita tentang split bahasa yang menggelikan. Dalam suatu pertemuan dengan Datuk Rahim Tamby Chik ketika itu beliau masih menjabat President UMNO Youth Movement Malaysia, beliau memberikan kata sembutan dengan bahasa Melayu tinggi, di Malaysia kata serapan asing banyak yang dibahasamelayukan (dicarikan padanan katanya), sehingga tidak jarang kami berbisi-bisik mencari tahu maksudnya, beliau menjawab tanya jawab denga kata-kata asing yang menurut kami cukup membingungkan, pada saat tanya jawab ada seorang rekan kami dari Ambon bertanya kepada Datuk, kenapa Pengusaha negeri jiran tidak berinvestasi ke Indonesia Timur, jawaban Datuk tak pernah menyinggung kata investasi yang timbul adalah kata pelaburan, binatang apa pula ini, kami baru tahu ternyata itu adalah kata padanan dari investasi. Kata-kata lain misalnya Cabaran 2000, kami tertawa apa maksudnya cadar atau cakar-cakaran ternyata artinya tantangan atau kendala tahun 2000 sebagi mana banya tertulis di billboard, kata lain misalnya orang ramai (masyarakat), serantau, serumpun, penubuhan (pendirian), berbeza (berbeda), setiausaha agung ( Seketaris umum atau Sekretaris jendral), pengurusi (Pengurus), perkara yang remeh-temeh (sepele). Di Singapura tidak jauh berbeda tetapi disini bahasa inggris lebih dominan, walupun ada bahasa melayu yang diinggris-ingriskan (Singlish) sehingga kesannya lucu. Seorang teman yang kuliah di Universitas Nasional Singapura salah satu Universitas terbesar di Singapura , dia mengambil dua program fak . Ekonomi dan Fak. Law (hukum), Saya tanya
"Apa enggak tabrakan waktunya, bagaimana mengatur waktu kuliahnya", Si Encik yang berwajah India ini agak bingung "Ape yang dimaksudkan 'accident'", ujarnya setelah mendengar kata tabrakan, sambil heran dia menunggu jawaban, saya hanya tersenyum menjelaskan maksudnya. Yang menarik lagi Guide akami selama di Singapura dari puak melayu yang fasih berbahasa melayu dialek Indonesia, dia becerita di Malaysia kalau minta air minum jangan bilang minta 'air putih', kami tertegun sebentar, soalnya pada waktu jamuan makan malam kadang disuguhi air minum berwarna merah (dicampur pewarna)"Sebab air putih itu di Malaysia , maaf air mani (sperma)" ujarnya sambil tertawa, kamipun tertawa lebar, jadi bilang saja mineral water tambahanya. Di Singapura juga kelihatannya semua sepeda motor lampunya dihudupkan katanya untuk menghindari banyak terjadi kecelakaan , jadi dari kejauhan nampak semua sepeda motor ber 'mata' menyala jadi semua pengemudi waspada, karena lampu tersebut bukan hanya malam hari tetapi siang hari juga dihidupkan, di Indonesia baru setahun terakhir hal itu diterapakan, mumgkin sebelumnya banyak yang protes pemborosan energi, sehingga sering terjadi kemalangan (eehh...kecelakaan).